Berawal dengan dibukanya Universitas Gajah Mada (UGM) pada tahun 1949 dengan fasilitas yang memadai, seperti ketersediaan buku-buku dalam bahasa Inggris. Buku-buku dalam bahasa Indonesia belum tersedia, maka pengelola UGM menyelenggarakan kursus Bahasa Inggris. Sr. Vincenza Bogaartz CB, seorang suster CB kelahiran Belanda yang tinggal di Biara St. Anna adalah salah seorang pengajar dalam kursus itu. Beliau sering berkunjung ke tempat kost para mahasiswi di sekitar UGM. Banyak dari mahasiswi yang tinggal di tempat yang kurang memadai, tidak layak untuk ditinggali dan kurang mendukung untuk belajar. Maka muncullah gagasan untuk mendirikan asrama.
Gagasan ini dicoba direalisasikan. Awal tahun 1951 mulai dipikirkan kemungkinan untuk membuka asrama bagi para mahasiswi. Namun untuk melanjutkan gagasan tersebut ada kendala yaitu belum adanya dana. Sejak 6 Juni 1952 para mahasiswi mulai diterima dan tinggal di Asrama Stella Duce, asrama untuk siswi-siswi SMA. Awalnya, hanya ada 4 orang mahasiswi yang datang dan tinggal di asrama, kemudian pada tahun 1954 menjadi 18 mahasiswi. Karena keterbatasan tempat, para mahasiswi baru ini terpaksa digabung dengan para guru dan siswi SMA menempati Unit Theresia.
Gagasan untuk membangun gedung Asrama kemudian digulirkan kembali. Pada tanggal 29 April 1955, Yayasan Tarakanita – yang khusus menangani bidang pendidikan – mencoba mengajukan permohonan dana untuk pembangunan asrama kepada Yayasan Dana Bantuan. Usaha ini gagal. Permohonan bantuan dana ditolak. Pada tahun 1957 atas persetujuan atau rekomendasi Mgr. A. Soegiyopranoto, SJ, Mdr. Laurentia de Sain mencoba mengajukan lagi permohonan bantuan dana ke Yayasan Propaganda Fide dan disetujui. Sejak saat itulah dibeli tanah disebelah utara Biara Stella Duce, namun karena tanah tersebut diminta pihak UGM untuk membangun perumahan dosen, maka diganti di Desa Sagan sebuah areal luas namun kondisinya berawa-rawa.
Tahun 1959, Novisiat di Mrican telah selesai dibangun. Novisiat yang semula menempati gedung yang sekarang menjadi Biara Stella Duce dipindahkan ke Mrican. Maka bangunan yang kosong tersebut dipergunakan untuk menampung 60 orang mahasiswi UGM. Untuk menanggapi kebutuhan para mahasiswi, terutama mereka yang berasal dari luar daerah, pada tahun 1962 didirikan Asrama Mahasiswi di Jalan Kolombo 19. Asrama ini disediakan untuk menampung para mahasiswi yang berasal dari Yogyakarta dan sekitarnya.
Tahun 1964, karena jumlah penghuni asrama bertambah, diputuskan membangun ruang tambahan. Misereor kembali mendanai pembangunan proyek ini. Bangunan baru direncanakan dapat menampung 160 orang, dan akhirnya selesai pada tahun 1965.
Sejak Januari 1966, Asrama Mahasiswi di Stella Duce dipindahkan ke Sagan. Asrama tersebut diberi nama Syantikara oleh Sr. Carolie CB, yang pernah menjadi pimpinan di Syantikara. Menurut Kamus Bahasa Kawi, kata Syantikara berasal dari bahasa Sansekerta Canti dan kara. Canti artinya rumah atau tempat, dan kara berarti pertapaan. Secara harafiah Syantikara berarti rumah pertapaan. Menurut Sr. Rosalima, CB mantan kepala asrama, Syantikara berarti rumah damai. Syantikara menjadi tempat bagi para Mahasiswi dididik, digembleng, supaya mereka menjadi wanita yang mandiri dan tangguh. Sejak didirikannya, 6 Juni 1952, ada pemikiran, agar asrama dikelola secara baik sesuai dengan kebutuhan atau tuntutan pembinaan di Perguruan Tinggi yang ada (Bdk. Sejarah Tarekat CB di Indonesia 1918-1960, Sr. Louisie CB, Maastricht, 1992).
Pada tahun 1967 Kongregasi mendapat bantuan dari Miserior untuk membangun Social Study Centre. Pada tahun 1968 bangunan tersebut mulai dibangun, dan selesai pada tahun 1970. Bangunan tersebut diberi nama Mensa Syantikara. Mensa dari Bahasa Latin, yang artinya meja, tempat duduk bagi mahasiswa-mahasiswi untuk berunding dan belajar bersama. Bangunan Mensa Syantikara terdiri dari 3 blok, yakni gedung untuk tempat belajar, cafetaria untuk pelayanan makan para mahasiswi asrama dan dari luar asrama, serta ruang tentir atau belajar kelompok. Rata-rata setiap hari ada 600 orang mahasiswi dan mahasiswa yang belajar dan makan di Mensa Syantikara. Mereka berasal dari aneka Perguruan Tinggi di Yogyakarta. Bangunan tersebut seringkali juga dipergunakan untuk berbagai macam aktivitas mahasiswi dan mahasiswa, baik dari asrama maupun dari luar.
Meskipun telah memiliki gedung asrama sendiri, kekurangan masih saja dirasakan oleh warga asrama, misalnya dapur. Dari awal, makanan dan minuman masih diambil dari Stella Duce, tempat makan dan belajar yang dapat dipakai bersama, jaringan listrik yang belum memadai, kala itu menggunakan diesel dan harus dimatikan pada jam 23.00. Jaringan listrik PLN baru masuk asrama pada tahun 1970. Untuk memenuhi kebutuhan air, warga asrama mesti memompa dari sumur yang ada disamping kapel.
Beberapa pembenahan dilakukan para Suster yang bertugas di Syantikara. Misalnya Sr. Longina, mengubah tempat penyimpanan diesel menjadi unit tempat tinggal dan diberi nama Unit Baru A (UBA) dan Unit Baru B (UBB). Untuk Suster Kepala Asrama disediakan ruang yang sekarang disebut SKK. Di dekat ruang suster, ada tempat yang bernama krida (ruang yang akhirnya hilang karena penggusuran untuk pembuatan jalan Prof. Yohanes). Disebelah bangunan, yang kini menjadi Unit IX, ada ruangan yang digunakan Pengurus Asrama bekerja namanya Covo, lalu dijadikan Ruang Komputer, dan sebelahnya lagi ada ruang untuk menerima tamu. Pada perkembangan berikutnya, ruang untuk Kepala Asrama dijadikan unit SKK – kependekan dari Susteran, Kovo, dan Krida sebagai kenangan untuk ruang-ruang yang hilang tergusur.
Di sebelah timur Kafe dan Zal Selatan ada sebuah gudang. Tahun 1973 dialih fungsikan menjadi unit dan diberi nama Bavo karena tempatnya yang terpencil dan tenang seperti pertapaan, karena nama Bavo diambil dari Pendiri Pertapaan Rawaseneng, Rm. Bavo. Pada tahun itu juga dibangun tempat penginapan yang kemudian dikenal dengan nama VH – Vorming Huise. Awalnya untuk pembinaan suster-suster CB, lalu dijadikan tempat penginapan dan retret, dan kini dikenal dengan nama RPCB – Rumah Pembinaan Carolus Borromeus.
Kantin di selatan Zal diubah namanya menjadi Unit Kantin pada tahun 1979, kemudian diubah lagi menjadi Syantina. Tempat mencuci dan garasi dibangun pada tahun 1975-1976. Karena terlalu besar, tempat itu difungsikan menjadi garasi, ruang cuci, dan sebuah unit, karena tempatnya tinggi, diberi nama St. Pieter. Selanjutnya ada unit dinamakan Kopel, karena sebelumnya unit itu digunakan untuk Kamar Pembantu. Kopel dijadikan 2 unit, yaitu Kopel XI dan Kopel XII. Unit yang sekarang disebut Paviliun dan Wisma Putri, awalnya digunakan untuk karyawan asrama, misalnya Pak Min dan Pak Mardi. Wisma Putri saat ini untuk tempat tinggal karyawan puteri. Dahulu ada unit yang disebut UGAL, kependekan dari Unit Ganti Atas Lor, yang digunakan karyawan laki-laki yang belum menikah. Sedang Unit BL, kependekan Bawah Lor. BL ada 3 kamar, yang direncanakan akan menjadi tempat penginapan keluarga asrama.
Mulai tahun 2000-an, komplek Aula-Mensa seluruhnya dikelola oleh Kantor Yayasan Syantikara. Kafe dan tempat belajar kini menjadi Aula Syantikara dan mensa menjadi tempat pertemuan atau seminar yang berAC.
VISI ASRAMA SYANTIKARA
Asrama Mahasiswi Syantikara berperan serta dalam pengembangan masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera melalui kegiatan kaderisasi kaum muda agar mereka berkembang menjadi pribadi yang utuh dan berbelarasa serta melestarikan keutuhan ciptaan.
MISI ASRAMA SYANTIKARA
Mendampingi Warga Asramaa dan Mitra Karya untuk menyelenggarakan kegiatan dengan tujuan mengembangkan:
Kemampuan bersyukur dan memaknai setiap pengalaman hidup dalam terang iman Kristiani.
Kepedulian terhadap lingkungan dan melestarikan keutuhan ciptaan.
Bakat kepemimpinan & kepribadian yang tangguh.
Semangat persaudaraan sejati dengan melatih diri mengelola perbedaan.
Diri untuk semakin bertumbuh menjadi manusia yang berkarakter (dewasa, jujur, tanggungjawab, disiplin, sederhana, terampil, kreatif, dan peka khususnya pada yang KLMTD)
Sikap terbuka untuk menyelesaikan persoalan melalui konseling pribadi maupun bersama.
Meningkatkan Kompetensi Mitra Karya.
Mengusahakan sarana dan prasarana yang mendukung pembinaan.
MOTTO ASRAMA SYANTIKARA
Motto Asrama Syantikara adalah Caritas Et Sapientia, yang artinya Cinta dan Kebijaksanaan. Motto ini musti dimiliki dan direalisasikan dalam hidup dan karya mereka, agar mereka tumbuh dan berkembang dalam nilai-nilai yang positif – Character Building : jujur, tanggung jawab, disiplin, sederhana, peka terhadap yang lain, lebih-lebih mereka yang berkekurangan. Dengan motto ini diharapkan para Warga Syantikara dapat berkembang menjadi manusia yang penuh cinta dan bijaksana dalam menyikapi perkembangan zaman baik ketika masih hidup di Asrama maupun setelah berkarya di masyarakat.
INFORMASI ASRAMA SYANTIKARA
Jl. Kolombo CT VI/001 YOGYAKARTA 55281
Email : asramamahasiswi@gmail.com
Facebook : Asrama Syantikara
WA : 085729788642
Telpon 0274-551334